16 Mar 2010

Lebih dari sekedar teman, kurang dari seorang suami.

Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di
beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun dan kemudian
meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.


Dulu seorang teman pernah mengucapkan hal ini sama saya. Yess setuju, tidak membutuhkan sebuah prolog basa-basi untuk bisa menjelaskan keberadaan saya bahwa saya ada. Cukup diam dan menikmati kebisuan yang membrangus raga. Tidak suka dengan suara-suara minor yang seolah memvisualisasikan melalui sebuah icon kuning membuka tangan dan memberi pelukan hangat tapi ternyata hanya kalimat kosong yang tidak mempunyai irama. BASI AH!

Kemarin, saya dan teman bertemu. Berencana menghabiskan waktu seharian bersama-sama. Tentu saja dengan cara yang tidak seperti biasanya, makan minum nonton or some kind like that. Saya memang butuh sekali melakukan sesuatu yang gila untuk merefresh diri. Raga sudah membeku sebagian. Memang sudah lama tidak menghabiskan waktu dengan cara-cara dulu kita biasa menghabiskan waktu, berjalan-jalan dengan tujuan sembarang tempatdan menepi di manapun kami mau.

Setelah berjalan-jalan hampir sekitar 1 jam, tiba-tiba kerongkongan terasa kering. Dahaga mulai menyerang. Kami memutuskan untuk berhenti di sebuah warung roko pinggir jalan. Kebetulan warung roko yang kami singgahi bukan tempat yang cukup ramai di lalui banyak kendaraan dan orang-orang. Warung yang cukup lumayan besar dan teduh karena persis di belakang warung terdapat sebuah pohon besar. Tersedia satu buah kursi kayu panjang yang sepertinya memang diperuntukan siapa saja yang mau sekedar melepas lelah setelah berjalan-jalan di sekitaran kota yang saat itu cukup terik.

.
..
...
....


10 menit berlalu, masih belum terjadi conversation antara kami. Hanya kebisuan dan hembusan asap roko yang terus keluar dari kedua lubang hidungnya. Dengusan yang keluar cukup terdengar sendu. Saya mengerti kenapa hari ini dia sengaja meluangkan waktunya untuk kembali melakukan our crazy things.
Beban yang dia pikul kali ini cukup berat. Well..saya selalu ada, kapanpun kamu mau untuk kita bisa melakukan apapun yang kita inginkan, kawan. Kami memang tidak berangkat begitu saja seperti hari ini. Terlalu banyak kejadian yang membuat kami menjadi lebih dekat dan saling melengkapi. Sekelumit kisah dari masa lalu termasuk salah satu cerita yang membuat saya menyadari bahwa teman adalah segalanya. Tidak ada istilah mantan teman, untuk mantan pacar sudah pasti anda sering mendengarnya.

Sore itu tujuan terakhir kami adalah rumah pasta kemang. Rencana untuk terbebas dari pekerjaan ternyata gagal total. Klien yang dengan tiba-tiba meminta untuk bertemu dan membicarakan beberapa hal penting, membuatnya tidak bisa menolak. Saya tidak keberatan, buat saya di mana pun kami memijak kan kaki asal bersama dengan teman yang paling bisa mengerti bukan persoalan besar.


Terakhir sebelum pulang dia sempat mengucap sesuatu. Entah berapa lama kami terdiam.
Dia bilang berita itu sangat menggangu pikiran dan jiwanya. Saya pun begitu. Lidah mendadak kelu, hilang semua untaian kalimat semangat yang ingin saya lontarkan, berharap agar dia bisa tertidur nyenyak dan memimpikan sang istri dalam keadaan sehat. Brengsek!! semua tiba-tiba hilang. Satu-persatu pikiran buruk merangsek masuk kedalam otak. Entah apalagi yang sedang Tuhan rencanakan untuknya. Menjadikannya sebagai suami yang hebat? entah..pikiran ini sudah kosong. Mencoba untuk tersenyum, kali ini agak memaksa. Mencondongkan tubuh dan membuka kedua tangan lalu merangkulnya dalam diam. Usapan di punggung di ceritakan banyak orang mampu mengembalikan semangat dalam waktu singkat. Saya percaya Niel, Tuhan tidak pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambanya. Tetap percaya bahwa jalan yang kamu pilih sekarang adalah untuk yang terbaik untuk kedepannya kelak. Amin.

Untuk kamu dan Bianca. May God always bless you both. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar